Jl. Babakan - Kalimas, Desa Lodaya Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang 52353 Jawa Tengah
24 Jan 2013
12 Jan 2013
8 Jan 2013
ARTIKEL PENDIDIKAN
-->
Nilai Raport Katrol = Nilai Kejujuran Akademik Mati
Oleh Andi Setiawan, S.Pd.*)
Dengan
adanya berbagai kebijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan pendidikan, guru
bagaikan telur diujung tanduk. Di satu sisi peran guru adalah pengajar,
pendidik dan pelatih. Guru dituntut mengajarkan ilmunya kepada peserta didik. Guru
dituntut keras untuk bisa mendidik agar siswa mempunyai intelektualitas tinggi
dan bermoral. Di sisi lain, dengan berubahnya sistem penilaian kelulusan
peserta didik di SD/MI yang tidak lagi menjadikan nilai Ujian Nasional (UN)
sebagai satu-satunya patokan kelulusan, telah meringankan beban guru. Guru
tidak lagi harus berpikir keras untuk mengatur strategi agar semua peserta
didiknya mendapatkan nilai yang tinggi dalam UN.
Pada proses pembelajaran unsur indikator
selalu tertera pada silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melalui
indikator inilah penilaian dibuat, sehingga dapat diketahui apakah Kompetensi
Dasar (KD) telah dimiliki atau belum. Jika siswa telah mampu memenuhi unsur
indikator yang telah ditetapkan, maka nilainya baik. Namun jika siswa belum
memenuhi indikator yang telah ditetapkan, maka siswa harus mengikuti proses
remedi.
Sebagaimana diketahui bahwa rumus Nilai
Akhir (NA) adalah 40% dari Nilai Sekolah (NS) ditambah 60% Nilai Ujian Nasional
(UN). Sedangkan nilai sekolah diperoleh dari 40% nilai rapor ditambah 60% nilai
Ujian Sekolah (US). Sehingga beban berat dipikul oleh guru kelas IV, V dan VI.
Mereka harus mengupayakan nilai raport siswa harus baik dengan berbagai cara, diremidi
atau bahkan dikatrol. Hal tersebut seolah-olah budaya membangun kejujuran
akademik dikesampingkan ketika guru harus mau tidak mau memberi nilai raport
yang tinggi. Meskipun masih ada beberapa guru yang masih jujur dalam kaitan pengolahan
nilai raport.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Jika pada setiap
tingkatan pendidikan, siswa dipaksa lulus menggunakan katrol nilai, maka secara
umum, siswa tidak memenuhi kompetensi untuk mengikuti tingkat pendidikan
selanjutnya. Jika kemudian pada pendidikan tingkat dasar, siswa tidak memenuhi
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) maka untuk tingkat selanjutnya siswa akan
mengalami gangguan belajar.
Orang tua dan guru serta sekolah lupa bahwa
esensi pendidikan bukanlah pada angka yang ditulis dilembar raport. Sistem
pendidikan yang bagus tidak akan mendapatkan hasil baik jika dalam
pelaksanaannya katrol nilai masih terus dilakukan. Katrol nilai bukan mutlak kesalahan
siswa dan guru. Sistem pendidikan terdiri dari stake holder yang memiliki banyak komponen yang harus bergerak
secara sinergis. Jika terdapat satu saja komponen yang tidak berjalan selaras
maupun program yang tidak terarah, maka sistem pendidikan hanya merupakan panduan
umum saja.
Diakui hahwa katrol nilai kerap terjadi, dan
hal tersebut dikarenakan faktor manajemen sekaligus faktor lingkungan. Untuk
memperbaikinya harus dilakukan dari kedua faktor sekaligus. Diantaranya guru harus
dapat memanfaatkan dengan maksimal media pembelajaran serta metode mengajar
yang tepat. Perluasan pengetahuan guru melalui pemanfaatan media untuk
memperkaya wawasan terkini agar sesuai dengan kebutuhan siswa di masa mendatang
juga perlu diupayakan.
*Guru SDN 02 Lodaya
Langganan:
Postingan (Atom)