SELAMAT DATANG

8 Jan 2013

VERIFIKASI DATA GURU

ARTIKEL PENDIDIKAN

-->
Nilai Raport Katrol = Nilai Kejujuran Akademik Mati
Oleh Andi Setiawan, S.Pd.*)

 Dengan adanya berbagai kebijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan pendidikan, guru bagaikan telur diujung tanduk. Di satu sisi peran guru adalah pengajar, pendidik dan pelatih. Guru dituntut mengajarkan ilmunya kepada peserta didik. Guru dituntut keras untuk bisa mendidik agar siswa mempunyai intelektualitas tinggi dan bermoral. Di sisi lain, dengan berubahnya sistem penilaian kelulusan peserta didik di SD/MI yang tidak lagi menjadikan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai satu-satunya patokan kelulusan, telah meringankan beban guru. Guru tidak lagi harus berpikir keras untuk mengatur strategi agar semua peserta didiknya mendapatkan nilai yang tinggi dalam UN.
Pada proses pembelajaran unsur indikator selalu tertera pada silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melalui indikator inilah penilaian dibuat, sehingga dapat diketahui apakah Kompetensi Dasar (KD) telah dimiliki atau belum. Jika siswa telah mampu memenuhi unsur indikator yang telah ditetapkan, maka nilainya baik. Namun jika siswa belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan, maka siswa harus mengikuti proses remedi.
Sebagaimana diketahui bahwa rumus Nilai Akhir (NA) adalah 40% dari Nilai Sekolah (NS) ditambah 60% Nilai Ujian Nasional (UN). Sedangkan nilai sekolah diperoleh dari 40% nilai rapor ditambah 60% nilai Ujian Sekolah (US). Sehingga beban berat dipikul oleh guru kelas IV, V dan VI. Mereka harus mengupayakan nilai raport siswa harus baik dengan berbagai cara, diremidi atau bahkan dikatrol. Hal tersebut seolah-olah budaya membangun kejujuran akademik dikesampingkan ketika guru harus mau tidak mau memberi nilai raport yang tinggi. Meskipun masih ada beberapa guru yang masih jujur dalam kaitan pengolahan nilai raport.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Jika pada setiap tingkatan pendidikan, siswa dipaksa lulus menggunakan katrol nilai, maka secara umum, siswa tidak memenuhi kompetensi untuk mengikuti tingkat pendidikan selanjutnya. Jika kemudian pada pendidikan tingkat dasar, siswa tidak memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) maka untuk tingkat selanjutnya siswa akan mengalami gangguan belajar.
Orang tua dan guru serta sekolah lupa bahwa esensi pendidikan bukanlah pada angka yang ditulis dilembar raport. Sistem pendidikan yang bagus tidak akan mendapatkan hasil baik jika dalam pelaksanaannya katrol nilai masih terus dilakukan. Katrol nilai bukan mutlak kesalahan siswa dan guru. Sistem pendidikan terdiri dari stake holder yang memiliki banyak komponen yang harus bergerak secara sinergis. Jika terdapat satu saja komponen yang tidak berjalan selaras maupun program yang tidak terarah, maka sistem pendidikan hanya merupakan panduan umum saja.
Diakui hahwa katrol nilai kerap terjadi, dan hal tersebut dikarenakan faktor manajemen sekaligus faktor lingkungan. Untuk memperbaikinya harus dilakukan dari kedua faktor sekaligus. Diantaranya guru harus dapat memanfaatkan dengan maksimal media pembelajaran serta metode mengajar yang tepat. Perluasan pengetahuan guru melalui pemanfaatan media untuk memperkaya wawasan terkini agar sesuai dengan kebutuhan siswa di masa mendatang juga perlu diupayakan.
 *Guru SDN 02 Lodaya

FACEBOOK GROUP UPPK RANDUDONGKAL

INFORMASI DAPODIK ONLINE

Pedoman Penulisan Skripsi S1 PGSD